Pada Kamis (6/2), Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja dengan Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Jawa Barat di Gedung DPR, Jakarta Pusat. Rapat ini membahas pemecatan Valyano Boni Raphael, calon Bintara yang dikeluarkan dari pendidikan enam hari sebelum pelantikannya sebagai anggota Polri pada 3 Desember 2024. Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, mempertanyakan dasar hukum pemecatan Valyano terutama terkait ketidakhadirannya dalam jam pelajaran dikarenakan alasan medis yang sah. Menurutnya, alasan medis seharusnya dapat ditoleransi apabila ketidakhadiran disebabkan oleh sakit dan bukan oleh tindakan indisipliner.
Dalam rapat tersebut, Kepala SPN Polda Jabar, Kombes Dede Yudy Ferdiansah, menjelaskan bahwa Valyano dikeluarkan karena tidak mematuhi standar minimal kehadiran dalam jam pendidikan. Namun, pihak keluarga Valyano mengklaim bahwa ketidakhadiran tersebut karena perawatan medis di rumah sakit dan bukan karena kelalaian. Komisi III juga menyoroti metode penilaian kondisi kesehatan Valyano yang dianggap tidak tepat karena didasarkan pada informasi tidak langsung dan belum terverifikasi ilmiah.
Komisi III DPR menegaskan bahwa keputusan pemecatan Valyano oleh SPN Polda Jabar berpotensi mencerminkan ketidakadilan. Mereka berkomitmen untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil tetap berdasarkan prinsip keadilan dan hukum yang berlaku bagi semua pihak. Kasus ini mendapat perhatian luas, terutama dari pihak keluarga Valyano yang merasa dirugikan. Habiburokhman menambahkan bahwa DPR memiliki tanggung jawab untuk memastikan keadilan bagi masyarakat dan akan mengundang pihak terkait untuk merumuskan keputusan yang adil.