Berita  

Eksplorasi UMK di Tahun Politik, Mengapa Ditolak Buruh?

Utak-Atik UMK di Tahun Politik, Kenapa Ditolak Buruh?

Tahun 2019 merupakan tahun yang istimewa bagi Indonesia, karena pada tahun tersebut diadakan Pemilihan Umum yang memilih presiden dan anggota parlemen. Tahun politik ini juga menjadi momen yang penting bagi para buruh di Indonesia, terutama dalam menentukan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) merupakan ketetapan pemerintah mengenai besaran upah minimum yang harus diberikan kepada pekerja di daerah tersebut. Penetapan UMK biasanya dilakukan setiap tahun dengan pertimbangan berbagai faktor, seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup layak.

Namun, pada tahun politik seperti tahun 2019, penetapan UMK seringkali menjadi polemik. Para buruh yang seharusnya diuntungkan dengan adanya UMK yang layak, justru seringkali merasa kecewa dan tidak puas dengan penetapan UMK yang dianggap terlalu rendah.

Salah satu penyebab utama penolakan buruh terhadap penetapan UMK di tahun politik adalah adanya dugaan intervensi politik dalam penetapan UMK. Para buruh menduga bahwa pemilik usaha atau pengusaha memiliki pengaruh yang kuat terhadap pemerintah dalam menentukan besaran UMK. Hal ini diperparah dengan adanya politik money politics atau sogok-menyogok yang membuat penetapan UMK tidak benar-benar mewakili kebutuhan dan kesejahteraan buruh.

Selain itu, pada tahun politik, pemerintah cenderung lebih fokus pada pemilu dan kepentingan politik, sehingga masalah UMK seringkali terabaikan. Hal ini membuat buruh merasa diabaikan dan tidak dihargai oleh pemerintah.

Tidak adanya keterlibatan atau konsultasi dengan serikat pekerja juga menjadi salah satu alasan penolakan buruh terhadap penetapan UMK. Buruh merasa bahwa pemerintah lebih mendengarkan pendapat pengusaha, sehingga kebutuhan dan kepentingan buruh seringkali terabaikan.

Dalam konteks ini, sangat penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa penetapan UMK dilakukan secara transparan, adil, dan berdasarkan pertimbangan yang secara jelas mewakili kebutuhan dan kesejahteraan buruh. Keterlibatan aktif dari serikat pekerja juga perlu menjadi perhatian serius, agar kebijakan yang diambil benar-benar mampu mewakili rakyat.