Apakah Ketidaksetiaan Bisa Diwariskan? Mitos Atau Fakta?

Perselingkuhan telah menjadi topik hangat belakangan ini di masyarakat Indonesia, terutama setelah beberapa selebritis mengalami perceraian akibat perselingkuhan. Spekulasi pun bermunculan tentang kemungkinan perselingkuhan bersifat turun-temurun. Banyak yang percaya bahwa jika seorang ayah berselingkuh, maka anaknya juga akan memiliki kecenderungan untuk berselingkuh di masa depan. Namun, menurut psikoterapis klinis berlisensi Dr. LeslieBeth (LB) Wish, pertanyaan ini memiliki jawaban yang kompleks. Dr. Wish menjelaskan bahwa perilaku berselingkuh bisa menjadi maladaptive, muncul sebagai respons negatif ketika seseorang tidak merasa bahagia dalam hubungannya. Namun, perilaku tersebut juga dapat ‘ditularkan’ dari orang tua, kakak, atau anggota keluarga lain yang menjadi pengasuh.

Ilmuwan juga mencurigai adanya hubungan antara gen tertentu dan kecenderungan untuk berselingkuh. Sebuah penelitian yang dilakukan di Binghamton University, New York pada tahun 2010 menemukan bahwa peserta yang memiliki jenis gen DRD4 tertentu cenderung lebih sering berselingkuh. Gen DRD4, atau gen pencari sensasi, diyakini terkait dengan dorongan untuk mencari sensasi dan kesenangan. Setiap orang memiliki DRD4 dalam DNA-nya, namun semakin tinggi jumlahnya, semakin tinggi kecenderungan untuk mencari sensasi, termasuk dalam perilaku berselingkuh.

Menurut peneliti utama Justin Garcia, pelepasan dopamin atau hormon kebahagiaan terkait dengan gen DRD4. Orang yang memiliki gen ini membutuhkan rangsangan lebih untuk merasa puas daripada orang biasa. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang memiliki gen DRD4 tertentu cenderung terlibat dalam perilaku yang memberikan sensasi, termasuk perselingkuhan. Oleh karena itu, kecenderungan untuk berselingkuh mungkin tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan dan pengasuhan, tetapi juga oleh faktor genetik yang ada dalam seseorang.

Source link