Dalam era di mana teknologi melesat dengan kecepatan tak terbayangkan, tantangan dan peluang dalam dunia antariksa menjadi sorotan utama berbagai bangsa, termasuk Indonesia.
Diskusi publik bertajuk “Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Rivalitas Global”, yang digelar oleh Center for International Relations Studies (CIReS) dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Politik (LPPSP) FISIP Universitas Indonesia, menghadirkan pandangan strategis tentang bagaimana Indonesia bisa mengambil peran signifikan dalam peta antariksa global.
Acara yang berlangsung di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI Depok ini, Selasa (27/5), dihadiri oleh tokoh-tokoh nasional dari berbagai sektor, termasuk akademisi, pemerintah, militer, hingga media.
Acara ini dibuka oleh Prof. Semiarto Aji Sumiarto, Dekan FISIP UI, yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam membangun kemandirian antariksa.
Diskusi dipandu oleh Vahd Nabyl Achmad Mulachela, S.IP., M.A., Plt. Kepala Pusat Strategi Kebijakan Multilateral di Kementerian Luar Negeri RI, dengan keynote speech yang disampaikan oleh Prof. Thomas Djamaluddin, Peneliti Ahli Utama BRIN sekaligus Kepala LAPAN periode 2014-2021.
Dalam paparannya, Prof. Thomas Djamaluddin menggarisbawahi bahwa penguasaan teknologi antariksa adalah prasyarat mutlak bagi kedaulatan dan daya saing bangsa.
“Indonesia, sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang meluncurkan satelit secara mandiri, menghadapi tantangan besar dalam memperkuat tata kelola, pendanaan, dan kebijakan antariksa. Teknologi antariksa akan menjadi pilar utama ekonomi global, dan kita harus beralih dari sekadar pengguna menjadi produsen dalam ekosistem space economy,” ujarnya.
Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim turut menyoroti pentingnya pengelolaan ruang antariksa sebagai domain strategis.
“Ruang antariksa kini memiliki implikasi langsung terhadap pertahanan, ekonomi, dan kedaulatan nasional. Untuk itu, diperlukan koordinasi lintas sektor yang solid melalui revitalisasi Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa tanpa langkah strategis terpadu, Indonesia berisiko tertinggal dalam persaingan global yang semakin ketat.
Tantangan dan Peluang Menuju Kemandirian
Dari perspektif Asosiasi Antariksa Indonesia, Anggarini S., M.B.A., menyampaikan bahwa ketergantungan Indonesia pada negara lain untuk akses teknologi dan peluncuran satelit masih menjadi kendala utama.
“Kemandirian antariksa adalah fondasi bagi ketahanan nasional. Kita harus membangun ekosistem antariksa secara menyeluruh, dari manufaktur hingga analitik data, serta mengejar alih teknologi melalui kemitraan internasional,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya dukungan regulasi yang konsisten untuk mendorong pertumbuhan industri antariksa dalam negeri.
Di sisi lain, Dr. Dave Laksono, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, menyatakan bahwa penguasaan antariksa telah menjadi indikator kekuatan geopolitik.
“Indonesia tidak boleh hanya menjadi pasar bagi layanan antariksa asing. Kita perlu memperkuat kapasitas teknologi, SDM, dan regulasi yang berdaulat. DPR RI telah mendorong RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional untuk memperkuat kedaulatan vertikal Indonesia,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa sektor ini membutuhkan investasi besar dalam penelitian dan pengembangan untuk menciptakan lompatan strategis.
Yusuf Suryanto, Direktur Transmisi, Ketenagalistrikan, Kedirgantaraan, dan Antariksa Kedeputian Bidang Infrastruktur di Kementerian PPN/Bappenas, menjelaskan bahwa kemandirian antariksa memerlukan kerangka pembiayaan yang kuat serta strategi lintas sektor yang konsisten.
“Meski antariksa telah masuk dalam proyek strategis nasional dalam RPJPN 2025–2045, implementasinya membutuhkan keberpihakan fiskal dan kolaborasi lintas aktor. Tanpa itu, kita akan tertinggal dalam kompetisi ekonomi antariksa global,” paparnya.
Sorotan kritis datang dari mahasiswa dan pengamat yang mempertanyakan lambannya kemajuan antariksa Indonesia. Nia, seorang mahasiswa Universitas Pertahanan, menyoroti kurangnya dukungan politik terhadap sektor ini.
Hal ini diamini oleh Dr. Dave Laksono, yang mengakui bahwa kesadaran publik terhadap pentingnya antariksa masih sangat rendah. “Political will memang belum maksimal karena dampaknya tidak langsung terlihat oleh masyarakat,” ujarnya.
Diskusi ini ditutup dengan optimisme akan masa depan kemandirian antariksa Indonesia, meskipun masih banyak tantangan yang harus dihadapi.
Dari regulasi hingga investasi, berbagai sektor diharapkan dapat bersinergi untuk mewujudkan Indonesia sebagai pelaku aktif dalam ekonomi antariksa global. Tanpa aksi nyata, visi besar ini akan tetap menjadi mimpi yang menggantung di orbit tanpa kepastian.
Sumber: Strategi Indonesia Menuju Kemandirian Antariksa Lewat RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional
Sumber: Mengukur Langkah Strategis Indonesia Menuju Kemandirian Antariksa Di Era Kompetisi Global