Pengumuman tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menciptakan ketakutan global yang signifikan. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh negara-negara yang menjadi sasaran tarif baru, tetapi juga AS sendiri. China merupakan salah satu negara yang merespons cepat dengan memberlakukan tarif terhadap barang-barang AS sebesar 34%, serta menerapkan pembatasan barang lain dan menempatkan 11 perusahaan AS dalam daftar ‘entitas yang tidak dapat diandalkan’. Akibatnya, pasar saham terpukul, dengan Dow Jones Industrial Average turun hingga 1.500 poin dalam dua hari berturut-turut.
Dampak dari kebijakan tarif ini juga dirasakan pada sejumlah saham perusahaan yang menjual atau memproduksi barang di China, terutama pada sektor teknologi. Saham-saham perusahaan seperti Apple turun 7%, Nvidia turun 7%, dan Tesla turun 10%. Harga minyak juga mengalami penurunan signifikan, dengan penurunan sebesar 8% pada hari Jumat terakhir, mencapai level terendah sejak pandemi Covid-19 pada tahun 2021.
Jerome Powell, Ketua The Fed, juga mengkhawatirkan dampak dari kebijakan Trump terhadap ekonomi AS. Meskipun ekonomi AS terlihat kuat, Powell menyatakan bahwa kebijakan tersebut dapat menimbulkan masalah, terutama terkait dengan peningkatan inflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi AS. Powell menegaskan bahwa prioritasnya adalah menjaga inflasi tetap terkendali dan menghindari konsekuensi yang lebih buruk. Dia juga menyatakan bahwa tidak akan mengambil keputusan apapun terkait kebijakan moneter sebelum mendapatkan kejelasan mengenai dampak dari tarif tersebut.