Nofra Sella mengingatkan bahwa dalam operasi di Papua, penting untuk memiliki intelijen yang berbasis budaya, bukan hanya keahlian teknis. Dalam penanganan separatisme di Papua, seperti yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), penerapan intelijen berbasis budaya sangat penting.
OPM telah beroperasi sejak tahun 1960-an dan terus berkembang menjadi beberapa kelompok dengan karakteristik yang beragam. Mereka tidak hanya menggunakan senjata, tetapi juga melakukan propaganda di dalam dan di luar negeri. Pemerintah Indonesia telah berusaha menyelesaikan masalah ini melalui berbagai cara, mulai dari peningkatan keamanan hingga pendekatan yang lebih lunak.
Dalam konteks ini, intelijen berbasis budaya memungkinkan para intelijen untuk memahami lebih dalam karakteristik sosial, budaya, dan adat istiadat setempat. Dengan pendekatan ini, operasi di wilayah yang rentan konflik seperti Papua dapat lebih optimal, mengurangi risiko miskomunikasi, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat lokal.
Nofra Sella menekankan bahwa pentingnya pendekatan berbasis budaya dalam penanganan konflik di Papua. Operasi intelijen di Papua harus lebih dari sekadar kemampuan teknis atau militer, tetapi juga kemampuan untuk memahami dan menghormati budaya lokal. Pemimpin badan intelijen dan agen lapangan perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang budaya setempat dan mampu menyesuaikan pendekatan mereka sesuai dengan karakteristik budaya masyarakat Papua.
Dalam sejarah penanganan masalah Papua, pendekatan kultural telah beberapa kali terbukti berhasil. Keberhasilan pembebasan pilot misalnya, tidak lepas dari pendekatan berbasis kultural dengan melibatkan berbagai pihak sentral di masyarakat Papua.