JAKARTA, Fraksigerindra.id — DPR RI resmi menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 2026 tentang Paten. Persetujuan ini dilakukan dalam rapat Paripurna DPR RI, Senin (30/9/2024). Pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten dilakukan oleh Panitia Khusus (Pansus) yang terdiri dari anggota DPR RI dari berbagai latar alat kelengkapan dewan.
Ketua Panitia Khusus RUU Paten Wihadi Wiyanto menyampaikan, UU Nomor 13 Tahun 2016 dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat, dan perkembangan kebutuhan hukum baik nasional maupun internasional sehingga perlu diubah dan disempurnakan.
“Perubahan dilakukan terhadap 48 pasal yang terdapat dalam UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten. Beberapa perubahan substansi atas UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten yang penting untuk disampaikan dalam forum Rapat Paripurna yang berbahagia ini,” ujar Wihadi saat menyampaikan Laporan Panitia Khusus mengenai hasil pembicaraan tingkat I RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 13 tahun 2026 tentang Paten di depan peserta Rapat Paripurna DPR RI.
Pembicaraan tingkat I RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten telah dilakukan pada 23 September 2024 yang lalu. Adapun tiga hal penting yang menjadi titik berat perubahan UU Paten antara lain; mendorong inovasi nasional, mengharmoniskan dengan ketentuan paten internasional dan meningkatkan pelayanan paten.
“Pertama, untuk mendorong inovasi nasional, maka Invensi yang diimplementasikan pada komputer, pengaturannya dikelompokkan ke dalam kategori sistem, metode dan penggunaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis 4.0 dan 5.0. Invensi juga mencakup penggunaan baru atau temuan (discovery) untuk mendorong pertumbuhan dan inovasi obat tradisional. Grace Period atas publikasi ilmiah suatu Paten, diperpanjang dari 6 bulan menjadi 12 bulan untuk memberikan kesempatan kepada Inventor di Indonesia untuk dapat mendaftarkan paten,” tutur Wihadi.
Lebih lanjut Wihadi yang juga Ketua Badan Legislasi menyampaikan terkait mengharmoniskan dengan ketentuan paten internasional, Pemegang Paten membuat pernyataan pelaksanaan paten di Indonesia dan memberitahukannya kepada Menteri paling lambat setiap akhir tahun.
Selain itu pada poin tiga adalah perubahan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan paten terutama berkaitan dengan Sumber Daya Genetik dan/atau Pengetahuan Tradisional. Disampaikan bahwa Pemohon cukup membuat surat “pernyataan” asal Sumber Daya Genetik dan/atau Pengetahuan Tradisional jika Invensi berkaitan dengan Sumber Daya Genetik dan/atau Pengetahuan Tradisional.
“Pemeriksaan substantif dapat dilakukan lebih awal agar waktu penyelesaian Permohonan Paten menjadi lebih cepat dan efisien. RUU juga mengakomodasi Pemeriksaan Substantif Kembali. Perubahan juga terkait biaya tahunan sebagai antisipasi untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul di dalam praktik pemenuhan kewajiban pembayaran biaya tahunan,” jelas Wihadi.