Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Paradoks Indonesia dan Solusinya]
Demokrasi Kita Bisa Dikuasai Pemodal
Sekarang Indonesia berada dalam keadaan yang sangat rawan. Banyak pemimpin kita yang bisa disogok, bisa dibeli. Akhirnya banyak pemimpin terpilih tidak menjaga kepentingan rakyat, tidak mengamankan kepentingan rakyat, tetapi malah menjual negara kepada pemodal besar bahkan kadang kepada bangsa lain.
Sepanjang hidup saya, saya sudah keliling ke semua kabupaten di Indonesia. Di tahun 2014 dan 2019 saja, saya berkesempatan berkeliling ke ratusan kota dan kabupaten.
Di mana-mana, rakyat mengaku sudah tidak tahan lagi. Terlalu banyak korupsi di Republik Indonesia ini. Banyak proyek dikorupsi, banyak orang disogok. Banyak pemimpin kita mau dibeli dan mau disogok. Akhirnya tidak ada keadilan ekonomi bagi rakyat Indonesia. Tidak ada keadilan politik bagi bangsa Indonesia.
Indonesia, menurut pendapat saya, sekarang ini ada di persimpangan jalan. Apakah cita-cita demokrasi ini akan di- hijack, akan disandera oleh para Kurawa?
Kadang Pemimpin Bisa Dibeli Karena Uang Berkuasa di Pemilihan
Sesungguhnya, taruhan kita sangat besar. Sekarang kita merasakan bahwa masyarakat kita, bangsa kita sedang mengalami suatu penyakit yang mendalam. Setiap unsur masyarakat kita sudah rusak. Rusak moral, rusak mental.
Ya, setiap unsur di masyarakat kita, setiap tingkatan kepemimpinan sudah sarat dengan sogok-menyogok. Orang yang punya banyak uang atau dimodali banyak uang bisa membeli suara, membeli loyalitas, membeli ketaatan.
Sekarang banyak pemimpin kita, banyak pejabat kita bukan taat kepada Undang-Undang Dasar, bukan taat kepada kepentingan bangsa, tetapi taat kepada yang memberi uang.
Ini semua karena demokrasi yang kita laksanakan, demokrasi liberal yang kita laksanakan sekarang ini, membutuhkan biaya yang sangat besar.
Setelah 70 tahun lebih kita bernegara, setelah pendahulu- pendahulu kita dengan gagah berani menolak dijajah kembali oleh kekuatan asing, sekarang bangsa Indonesia tetap dalam ancaman akan dijajah kembali.
Tetapi, sekarang mereka menjajahnya lebih lihai, lebih bagus, lebih halus, lebih licik. Mereka tidak kirim tentara, mereka cukup ‘membeli dan menyogok sebagian pemimpin- pemimpin kita.
Ketika Ada Yang Tidak Bisa Dibeli: Divide Et Impera
Dalam sejarah politik di Indonesia, selalu ada politisi-politisi yang tidak arif. Politisi-politisi yang bisa dibeli, yang manut kepada pemodal, dan mengira politik adalah soal menang- menangan saja.
Namun ada juga, politisi-politisi yang memandang politik bukan sebagai ajang rebut-merebut demi memenangkan kepentingan golongan sendiri. Mereka adalah para pejuang politik yang memandang politik sebagai usaha bersama untuk memperbaiki kehidupan bangsa dan rakyat yang kita cintai.
Akhir akhir ini, kita sebagai bangsa dapat menyaksikan dengan mata kepala kita, ketika ada pejuang-pejuang politik yang seperti ini, kekuatan politik mereka diusrek-usrek. Organisasi mereka diganggu-ganggu, diobok-obok oleh pemodal besar dan para pionnya yang bermental kolonial, bermental imperialis.
Akhimya, banyak dari mereka pun tumbang dan tersingkirkan dari gelanggang politik nasional.
Kita harus ingat, jangan kita lupa sejarah kalau dulu tokoh- tokoh bangsa kita sering selalu diadu domba. Divide et impera. Kalau dulu sultan lawan sultan, pangeran lawan pangeran, sekarang seringkali ketua umum partai lawan anak buah yang dibesarkan oleh dia sendiri namun dimodali oleh pemodal besar.
Karena itu sekarang saya ingatkan, bagi setiap kader bangsa, di partai manapun yang nasionalis, yang cinta tanah air, agar selalu waspada.
Jangan sampai tersingkir karena cara-cara licik seperti ini. Pastikan AD/ART organisasi aman dari upaya-upaya hostile takeover, pengambilalihan secara kasar karena uang.
Source: Prabowo Subianto, Buku Paradoks Indonesia dan Solusinya, “Demokrasi Oleh dan Untuk Rakyat Indonesia: Demokrasi Kita Bisa Dikuasai Pemodal”