Cut Nyak Dien adalah Pahlawan Nasional asal Aceh yang lahir pada tahun 1848 di Lampadang Peukan Bada, Aceh Besar. Seperti banyak tokoh pemimpin di masa penjajahan Belanda, ia adalah seorang pemimpin perang gerilya melawan Belanda.
Saat Belanda menyatakan perang kepada Aceh pada tahun 1873, dan kemudian pada tahun 1874 wilayah Aceh Besar berhasil dikuasai oleh Belanda, Cut Nyak Dien beserta rombongan lainnya terpaksa mengungsi. Namun, Teuku Cek Ibrahim Lamnga, suami pertama Cut Nyak Dien bertekad untuk kembali merebut daerahnya. Dalam upaya perebutan kembali wilayah Aceh Besar, Teuku Cek Ibrahim Lamnga meninggal pada 29 Juni 1878.
Sejak meninggalnya Teuku Cek Ibrahim Lamnga, Cut Nyak Dien bertekad untuk melanjutkan perjuangan dan bersumpah untuk mengalahkan Belanda.
Pada tahun 1880, Cut Nyak Dien menikah untuk yang kedua kalinya dengan Teuku Umar, yang juga merupakan seorang pejuang Aceh. Meskipun sudah menikah lagi, ia tetap diizinkan untuk ikut bertempur di medan perang. Semangat para pejuang Aceh untuk melawan Belanda semakin meningkat pasca bergabungnya Cut Nyak Dien dalam kelompok perjuangan.
Perlawanan dan perang kemudian dilanjutkan secara gerilya dengan mengobarkan semangat perang fisabilillah hingga akhirnya Teuku Umar dan Cut Nyak Dien berhasil merebut daerah Aceh Besar dari tangan Belanda tahun 1884.
Cut Nyak Dien melanjutkan perjuangan dan perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh dan selama enam tahun bergerilya, Belanda tidak kunjung berhasil menangkap Cut Nyak Dien.
Saya kagum dengan semangat, keberanian, dan jiwa pantang menyerah Cut Nyak Dien. Ia membuktikan kepada rakyat Aceh dan rakyat Indonesia kalau perjuangan dapat dilakukan dengan segala keterbatasan. Ia juga membuktikan kalau wanita Indonesia bisa memimpin sebuah gerakan perlawanan yang berkelanjutan, yang menyulitkan musuh yang jauh lebih kuat.